Minggu, 22 September 2019

IMPLEMENTASI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

1.    Revolusi Industri 4.0
Dunia saat ini tengah berada dalam era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 yang sedang berkembang saat ini sudah tidak lagi membicarakan tentang otomatisasi alat, tetapi lebih kepada penggunaan mesin-mesin yang terintegrasi langsung dengan jaringan internet.


2.    Implementasi Revolusi Industri 4.0 dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia
Revolusi industri 4.0 merupakan suatu pembangunan industri yang tidak dapat dihindari perkembangannya. Sektor pertanian menjadi salah satu bidang yang tidak lepas dari pengaruh revolusi 4.0. Pertanian menjadi salah satu sektor yang penting karena berhubungan dengan ketersediaan pangan nasional, sehingga kemajuan dalam revolusi industri 4.0 salah satunya diimplementasikan untuk pembangunan pertanian di Indonesia. Hal tersebut sebagai upaya untuk menjadikan pertanian lebih maju dari segi input teknologi sehingga petani dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien serta hasil yang diharapkan adalah produksi yang lebih tinggi dan mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Terdapat lima teknologi utama yang me­no­pang implementasi revolusi industri dalam bidang pertanian, diantaranya adalah basis internet (internet of things) yang merupakan konsep dimana peralatan pertanian yang biasanya menggunakan cara tradisional digantikan dengan peralatan yang dilengkapi instrumen dan terhubung melalui internet, super kom­puter (artificial inteligence), kendaraan tanpa pengemudi (human-machine interface), teknologi robotik (smart robotic) serta teknologi 3D printing (Lisa, 2019). Beberapa contoh inovasi teknologi tersebut antara lain :
a)    Soil and Weather Sensor (Sensor Tanah dan Cuaca)
Teknologi ini diperkenalkan pada 24 September 2018 dengan konsep bernama “Smart Farming 4.0”. Alat sensor ditempatkan pada lahan sawah dan secara otomatis akan mengirim informasi berupa pesan yang diterima oleh smartphone petani. Alat ini akan melaporkan kondisi tanah dan cuaca terbaru secara akurat sehingga petani dapat mengetahui keadaan dan kebutuhan serta tindakan yang harus dilakukan pada lahan dan tanaman. Selain itu, juga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian perlakuan seperti pengairan, penyemprotan pestisida, dan pemupukan. Teknologi Soil and Weather Sensor juga dapat memprediksi serangan hama dan penyakit sehingga petani dapat menghindari terjadinya serangan hama dan penyakit pada satu musim pada tanaman mereka.

Soil & Weather Sensor MSMB Indonesia

b)    Autonomous Tractor
Autonomous Tractor merupakan hasil inovasi terbaru Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) melalui organnya Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan). Traktor empat roda otonom ini mengunakan sistem navigasi GPS berbasis real time kinematika (RTK). Traktor tanpa awak ini mempunyai fungsi dan keunggulan untuk mengolah tanah dengan menggunakan traktor roda 4 dengan sostem kemudi yang dapat dikendalikan secara otomatis. Traktor otonom ini dapat melakukan pengolahan lahan sesuai dengan peta perencanaan dengan akurasi 5-25 cm. Sistem kontrol pada traktor terdiri atas pengendalian stir, gas, gear, rem dan kopling. Sedangkan untuk aplikasi pengolahan lahan digunakan pengendalian implemen dan PTO (power take off).

Autonomous Tractor | Sumber Foto:Balitbangtan

Selain itu, ada juga sistem komunikasi antara traktor dan base station dengan Protokol TCP/IP dengan media wireless 2.4 atau 5 GHz. Serta tersedianya suatu command control untuk pengendalian traktor dalam bentuk parameter dalam format text melalui interface serial. Keunggulan dan kebaharuan lainnya adalah tersedianya design controller yang modular dan dapat dipindah ke traktor lain, adanya standar komunikasi antar modular sensor dan aktuator berbasis protokol i2c yang sederhana. Tersedia aplikasi mapping yang dapat digunakan untuk pengolahan lahan di lokasi yang berbeda, dan tersedianya aktuator untuk pengendalian dengan sistem yang lebih sederhana. Dengan adanya pembaruan teknologi ini, Balitbangtan berharap Autonomous Tractor ini dapat diproduksi massal oleh para perusahaan alsintan. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pertanian.

c)    Drone (Pesawat Tanpa Awak)
Ketua Umum HKTI, Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan bahwa Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) siap memproduksi drone (pesawat tanpa awak) untuk pertanian (Republika, 2018). Drone HKTI didesain untuk dapat melakukan penyemprot pupuk, serta memiliki kamera penginderaan kondisi pertumbuhan tanaman dan penyakit atau hama tanaman. Selain itu dilengkapi pula dengan teknologi frekuensi pengusir hama, terutama hama burung.
Drone buatan HKTI tersebut nantinya mampu mengangkat beban 20 kilogram. Sedangkan durasi terbangnya bisa mencapai waktu 45 menit. Banyak fungsi bisa dilakukan drone untuk pertanian. Keterbatasan mata manusia untuk mengawasi hamparan luas dapat diatasi dengan menggunakan drone berkamera yang dapat menangkap citra dari atas dan memberikan informasi penting mengenai kondisi tanaman dan lingkungan di sekitarnya.
Secara umum fungsinya, antara lain, untuk pemantauan kesehatan tanaman, pengawasan pengairan, identifikasi gulma, identifikasi kesuburan tanah, aplikasi penyemprotan nutrisi atau pestisida, serta pemetaan lahan. Drone multiguna ini akan dipasarkan kepada petani dengan harga yang relatif terjangkau. Tahap awal, drone ini nantinya akan dilepas kepada kelompok tani dapat dibeli dengan sistem kredit.
HKTI sejak tahun 2017 sudah mencanangkan membuat drone pertanian. Rencana tersebut sebagai wujud terobosan dalam proses modernisasi dan inovasi pertanian yang diprogramkan HKTI. Langkah ini juga untuk menarik minat pemuda zaman sekarang untuk menekuni dan menerjuni pertanian.

d)    Kalender Tanam (Katam)
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan Fadjry Djufry saat menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke-59 Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi di Manado, Sulawesi Utara, mengatakan bahwa penerapan Inovasi menuju Era Revolusi Industri 4.0 adalah seperti dalam Katam (Kalender Tanam) (Detikfinance, 2019). Salah satu implementasi pertanian berbasis internet yang paling sederhana antara lain adalah inovasi Katam (Kalender Tanam) Terpadu, yakni inovasi berbasis teknologi informasi yang dapat memberikan pedoman waktu tanam, lokasi, kebutuhan input produksi yang sesuai, serta informasi lain yang dibutuhkan oleh petani. Kalender tanam ini merupakan situs resmi internet yang dikelola oleh kementrian pertanian. Dengan menggunakan smartphone yang terhubung dengan internet, petani bisa mengakses situs Katam ini di manapun dan kapanpun dengan mudah. Dengan memasukkan lokasi atau nama daerah yang diinginkan petani, maka dengan langsung akan muncul informasi yang dibutuhkan petani di daerah tujuan tersebut. Dalam katam, petani sangat terbantu dengan adanya informasi mengenai waktu tanam yang tepat sehingga mengurangi resiko kegagalan panen akibat kesalahan waktu tanam. Selain itu, terdapat informasi mengenai penggunaan input seperti pupuk baik dari segi jenis pupuk dan juga dosis anjuran yang tepat. Dalam katam juga dicantumkan varietas anjuran untuk ditanam dan berbagai informasi lainnya. Dengan demikian diharapkan petani mampu melakukan teknik budidaya dengan tepat sehingga peningkatan produksi pertanian dapat tercapai.

3.    Kendala Implementasi Revolusi Industri 4.0 dalam Pembangunan Pertanian
Revolusi industri 4.0 memang memberikan pengaruh yang baik bagi petani. Berbagai teknologi pertanian canggih sudah dibuat untuk mempermudah petani dalam proses budidayanya sehingga petani mampu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Namun, jika dilihat dari kenyataan yang terjadi saat ini, implementasi revolusi industri 4.0 dalam pembangunan pertanian belum sepenuhnya terwujud. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa kendala atau tantangan antara lain :
a)    Infrastruktur yang Masih Perlu Perbaikan
Untuk menerapkan Internet of Thing memerlukan akses internet yang baik. Sedangkan tidak semua daerah di Indonesia mempunyai akses internet yang berjalan dengan lancar. Terkadang beberapa tempat masih kesulitan dalam akses internet karena memang jaringan internet belum menyentuh daerah tersebut. Berdasarkan   data   Asosiasi   Penyelenggara   Jasa   Internet   Indonesia   (APJI1),   jumlah pengguna  internet  di  Indonesia  sebanyak  143,26  juta  atau  sekira  55%  dari  populasi. Artinya, masih terdapat 45% sisanya yakni sekira 117 juta masyarakat yang masih belum tersentuh internet. Sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia timur hanya tersedia internet di kota-kota besar. Saat ini masih terdapat 24.000 desa yang belum tersentuh akses layanan internet (Kominfo, 2019). Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan infrastruktur sehingga petani di seluruh daerah bahkan di pelosok negeri tetap dapat memanfaatkan kemajuan teknologi. Dengan adanya perbaikan infastruktur tentunya akan berdampak pada peningkatan pembangunan khususnya dalam pertanian sehingga berdampak pada peningkatan produksi pertanian.

b)    Perlunya Biaya
Teknologi pertanian yang dibuat baik oleh pemerintah melalui kementrian pertanian ataupun pihak lain memang sangat memberikan manfaat bagi petani. Namun teknologi tersebut belum bisa diaplikasikan di semua daerah mengingat biaya yang diperlukan untuk membeli teknolgi tersebut terbilang cukup mahal, sedangkan kebanyakan petani-petani di desa perlu pemikiran dua kali untuk memiliki teknologi tersebut. Meskipun terdapat timbal balik bahwa hasil pertaniannya meningkat, tetapi modal untuk membeli teknologi tersebut cukup tinggi sehingga petani terkadang memilih menggunakan uangnya untuk keperluan input pertanian yang lain daripada membeli teknologi dengan harga yang cukup tinggi tersebut.

c)    Petani Belum Melek Teknologi
Revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh terhadap kemunculan teknologi-teknologi canggih yang sangat membantu dalam bidang pertanian. Namun, tidak semua petani mampu mengadopsi inovasi teknologi ini karena kemampuan dari petani tersebut yang masih terbatas. Beberapa petani terutama petani yang berada di pelosok daerah, terkadang pengetahuannya masih terbatas sehingga cukup sulit untuk menerima inovasi baru dan mengadopsi teknologi baru. Mereka merasa kesulitan dalam mengoperasikan mesin-mesin pertanian otomatis dan mesin-mesin tersebut terasa awam bagi mereka, sehingga kemajuan teknologi pertanian belum bisa mereka rasakan. Petani desa terkadang sudah terlanjur berpatokan pada kebiasaan atau tradisi pertanian yang ada di daerahhnya, sehingga mereka tidak sadar akan adanya teknologi-teknologi terbaru yang justru lebih bisa meningkatkan produksi pertaniannya. Petani tersebut biasanya tidak mudah percaya begitu saja dengan adanya inovasi baru di bidang pertanian jika tidak diberi percontohan atau aplikasi secara langsung. Jika hanya diberi pemahaman atau penyuluhan, mereka tidak akan mengaplikasikannya karena sudah percaya dengan kebiasaan sebelumnya yang telah mereka lakukan. Sehingga perlu adanya upaya dari pemerintah untuk melakukan suatu penyuluhan dan percontohan penggunaan mesin-mesin pertanian terbaru langsung di salah satu lahan petani di suatu daerah tujuan sehingga petani bisa mengetahui secara langsung keefektifan kerja mesin-mesin tersebut dan akhirnya tertarik untuk mengaplikasikannya sendiri.



Daftar Pustaka
Detikfinance. 2019. Hadapi Revolusi Industri 4.0 Kementan Siapkan Digitalisasi Pertanian.
Kominfo. 2019. 24000 Desa Belum Tersentuh Layanan Internet.
Lisa, 2019. Mengenal Revolusi Industri 4.0 pada Bidang Pertanian (https://8villages.com/full/petani/article/id/5c4e6d8cce212bb217809faf, diakses pada 21 September 2019 pukul 18.24 WIB)
Balitbangtan. 2018. Autonomous Tractor, Inovasi Mekanisasi Mendukung Revolusi Industri 4.0 (http://www.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/3386/, diakses pada 21 September 2019 pukul 18.54 WIB)
Republika. 2018. HKTI Segera Produksi Drone Pertanian.